BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertengahan
abad ke-18, science fiction atau fiksi ilmiah muncul ke permukaan. Ketika itu
belum dikenal definisi fiksi secara universal layaknya saat ini. Melainkan
hanya sebuah genre fiksi yang berhubungan dengan inovasi khayalan dalam ilmu
pengetahuan atau teknologi. Biasanya berbentuk dalam manajemen futuristik, yang
kesemuanya dibingkai dalam ide-ide sastra.
Sebagian
besar science fiction didasarkan pada tulisan rasional tentang kemungkinan alternatif.
Seperti orang naik ke bulan, terciptanya robot, alat pengulang waktu dan
sebagainya. Science fiction memang sebuah imajinasi, tapi bukan fantasi.
Fantasi mustahil terjadi. Sedangkan Science fiction mungkin akan kejadiannya.
Kemungkinan tersebut dikaitkan dengan logika dan perkembangan dunia. Meskipun
beberapa elemen dalam sebuah cerita tersebut masih spekulasi imajinatif murni.
Makna
fiksi berkembang jauh lebih pesat hingga abad ke-21. Evolusi fiksi yang terjadi
secara berangsur-angsur, membuktikan kalau ternyata fiksi banyak membawa
pengaruh terhadap perkembangan Indonesia dan dunia serta mendapat dukungan
besar dari masyarakat. Mereka yang dulunya minder dan ragu untuk menulis fiksi
kini sebaliknya. Fiksi bukan lagi sebatas mimpi belaka, melainkan sudah menjadi
bagian dari alat yang memotivasi. Fiksi tak lagi hanya dipaku pada karya
ilmiah. Lahirlah fiksi berjenis fantasi, fiksi yang di angkat dari kisah nyata
dan lain sebagainya. Hingga kini jenis fiksi telah banyak bertebaran di
seantero bumi.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fiksi?
2. Apa saja unsur-unsur fiksi?
3. Apa unsur-unsur prosa-fiksi?
4. Bagaimana sejarah perkembangan fiksi
di Indonesia?
1
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan fiksi.
2.
Untuk
mengetahui unsur-unsur fiksi.
3.
Untuk
mengetahui unsur-unsur prosa-fiksi.
4.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan fiksi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian fiksi
Fiksi adalah sebuah narasi yang sebagian atau seluruhnya
berkaitan dengan peristiwa yang tidak faktual melainkan imajiner dan
diciptakan oleh seseorang berdasarkan imajinasinya. Baik itu berbentuk
tontonan, pendengaran ataupun tulisan. Secara kasar bahasa, fiksi bermakna
sebuah tipuan.
Karya fiksi mengambil langkah dalam bentuk cerita, untuk
menyampaikan poin, perspektif pengarang, atau hanya sekedar untuk menghibur.
Pada dasarnya karya jenis ini tidak butuh pada fakta, logika atau kisah nyata.
Apa dan bagaimana isinya, semua tergantung pada sang pengarangnya. Fiksi
merupakan sesuatu yang timbul dari dunia khayalan. Malah sebaliknya, ketika
fiksi telah berdasarkan fakta secara keseluruhan, maka tak lagi berbentuk
fiksi, melainkan sebuah sejarah.
Memang ada beberapa karya fiksi yang berdasarkan pada kisah
nyata, namun ketika ia telah dirangkai dan dibumbuhi imajinasi, ketika itu pula
jenisnya berganti menjadi fiksi. Ia tak lagi disebut sebagai sejarah atau
sebuah fakta. Ibarat pepatah, karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Sejarah akan tetap berbentuk sejarah, manakala nama, tempat dan tanggal tak
berubah sedikitpun.
Pengertian
Fiksi Menurut Para Ahli :
·
Nurgiyantoro
(2007: 2-3), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat
imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang
mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
2
·
Fiksi
adalah karangan yang di dalamnya terdapat unsur khayal atau imajinasi pengarang
(Aceng Hasani, 2005: 21).
·
Di lain pihak, Sudjiman (1984:17) yang menyebut fiksi ini
dengan istilah cerita rekaan juga memaparkan mengenai pengertian fiksi, yaitu
kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal
atau imajinasi, dalam ragam prosa. Dalam hal ini, Sudjiman menjelaskan bahwa
karangan fiksi merupakan hasil imajinasi seorang pengarang yang didalamnya
mengandung unsur-unsur seperti tokoh, alur, dan lainnya. Unsur-unsur tersebut
saling berkesinambungan agar terjadinya sebuah cerita.
2.2 Unsur-Unsur Fiksi
·
Unsur
intrinsik
Unsur
intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik
terdiri dari tema dan amanat, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita
merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Fakta
cerita terdiri atas tokoh, alur (plot), latar (setting). Sarana
cerita merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan
menata detil-detil cerita. Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang (point
of view), gaya dan nada. Tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau
dasar cerita.
·
Unsur
ekstrinsik
Unsur
ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur
ekstrinsik terdiri dari unsur biografi, psikologi, keadaan lingkungan
pengarang, pandangan hidup bangsa, dan lain-lain.
·
Cerita
dan wacana
Cerita
merupakan isi dari ekspresi naratif, sedang wacana merupakan bentuk dari
sesuatu (cerita, isi) yang di ekspresikan (Chatman dalam Nurgiantoro, 2003:).
Pihak lain mengatakan bahwa wacana merupakan sarana untuk mengungkapkan isi.
Atau secara singkat dapat dikatakan, unsur sarana adalah apa yang ingin
dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara
melukiskannya
3
2.3 Unsur–unsur Prosa – Fiksi
Untuk
dapat mengapresiasi karya prosa dengan baik, diperlukan pengetahuan dan pemahman
tentang unsur-unsur pembangunan karya prosa. Seperti jenis-jenis karya sastra
lainnya, prosa-fiksi, baik itu cerpen, novelet, maupun novel/roman dibangun
oleh unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik.
·
Tema
Tema
adalah ide/gagasan yang ingin disampaikan pengarang dalam ceritanya. Tema ini
akan diketahui setelah seluruh unsur prosa-fiksi itu dikaji. Dalam
nenerapkan unsur-unsur tersebut pada saat mengapresiasi karya prosa, seorang
pengapresiasi tentu saja tidak sekedar menganalisis dan memecahnya per bagian.
Tetapi, setiap unsur itu harus dilihat kepaduannya dengan unsur lain. Apakah
unsur itu saling mendukung dan memperkuat, dalam menyampaikan tema cerita, atau
sebaliknya.
·
Tokoh
dan Penokohan
Di
dalam mengkaji unsur-unsur ini ada beberapa istilah yang mesti dipahami, yakni
istilah tokoh, watak/karakter, dan penokohan. Tokoh adalah pelaku
cerita. Tokoh ini tidak selalu berwujud manusia, tergantung pada siapa yang
diceritakannya itu dalam cerita. Watak/karakter adalah sifat dan sikap para
tokoh tersebut. Adapun penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh
dan watak-wataknya itu dalam cerita. Dalam melakukan penokohan
(menampilkan tokoh-tokoh dan watak tokoh dalam suatu cerita), ada beberapa cara
yang dilakukan pengarang, antara lain melalui:
a. Penggambaran fisik. Pada teknik ini, pengarang
menggambarkan keadaan fisik tokoh itu, misalnya wajahnya, bentuk tubuhnya, cara
berpakaiannya, cara berjalannya, dan lain-lain. Dari penggambaran itu, pembaca
bisa menafsirkan watak tokoh tersebut.
b. Dialog. Pengarang menggambarkan tokoh
lewat percakapan tokoh tersebut dengan tokoh lain. Bahasa, isi pembicaraan, dan
hal lainnya yang dipercakapkan tokoh tersebut menunjukan watak tokoh tersebut.
c. Penggambaran pikiran dan perasaan
tokoh. Dalam
karya fiksi, sering ditemukan penggambaran tentang apa yang dipikirkan dan
dirasakan tokoh. Penggambaran ini merupakan teknik yang juga digunakan
pengarang untuk menunjukan watak tokoh.
4
d. Reaksi tokoh lain. Pada teknik ini pengarang
menggambarkan watak tokoh lewat apa yang diucapkan tokoh lain tentang tokoh
tesebut.
e. Narasi. Dalam teknik ini, pengarang
(narator) yang langsung mengungkapkan watak tokoh itu.
·
Pembedaan
Tokoh
a. Tokoh utama dan tokoh tambahan
Dilihat
dari segi tingkat pentingnya (peran) tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan
atas tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus
menerus sehingga terasa mendominasi sebagai besar cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh
yang hanya dimunculkan sekali-kali (beberapa kali) dalam cerita dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek.
b. Tokoh prontagonis dan antagonis
Dilihat
dari fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan ke dalam tokoh
prontagonis dan antagonis. Tokoh
prontagonis adalah tokoh yang mendapat empati pembaca. Semantara tokoh antagonis adalah tokoh yang
menyebabkan terjadinya konflik.
c. Tokoh statis dan tokoh dinamis
Dari kriteria berkembang/tidaknya
perwatakan, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh statis dan tokoh
dinamis. Tokoh statis adalah
tokoh yang memiliki sifat dan watak yang tetap, tak berkembang sejak awal
hingga akhir cerita, adapun tokoh
dinamis adalah tokoh yang mengalami perkembangan watak sejalan dengan
plot yang diceritakan.
·
Alur
dan Pengaluran
Selama ini sering terjadi
kesalahpahaman dalam mendefinisikan alur. Alur dianggap sama dengan jalan
cerita. Pendefinisian itu sebenarnya tidak tepat. Jalan cerita adalah peristiwa
demi peristiwa yang terjadi susul menyusul. Lebih dari itu alur adalah
rangkaian peristiwa yang saling berkaitan karena hubungan sebab akibat. Untuk
dapat membedakannya, marilah kita amati contoh berikut.
5
a. Pukul 04.00 pagi Ani bangun. Ia
segera membereskan tempat tidur. Setelah itu ia ke kamar mandi untuk mandi dan
berwudhu. Selesai mandi dan berwudhu, ia berdandan dan lalu sholat. Kemudian ia
membaca buku sebentar, sarapan, lalu berangkat sekolah.
b. Pukul 04.00 pagi Ani bangun. Tak
biasanya ia bangun sepagi ini. Semalam pun ia susah tidur. Pertengkarannya
dengan Wendi kekasihnya di sekolah terus membayanginya. Ia sangat sedih dan
kecewa karena Wendi telah menghianati kesetiaan hatinya. Tetapi ia mencoba
menepis bayangan-bayangan itu. Ia pun segera mandi, berdandan, sarapan, dan
berangkat ke sekolah. Namun, di jalan ia tidak konsentrasi. Ketika ia
menyeberang jalan, sebuah motor membuat tubuhnya terpental.
Contoh pertama adalah jalan cerita
karena hanya menyajikan rangkaian peristiwa saja. Contoh kedua adalah alur
karena menyajikan rangkaian peristiwa yang terjadi karena hubungan sebab
akibat. Ani bangun lebih pagi disebabkan oleh kesulitannya tidur akibat
peretngkaran dengan kekasihnya yang menghianantinya. Hal ini pun menyababkan
Ani tidak konsentrasi berjalan di jalan raya ketika berangkat sekolah sehingga
ia tertabrak. Cara menganalisa alur adalah dengan mencari dan mengurutkan
peristiwa demi peristiwa yang memiliki hubungan kausalitas saja.
Adapun pengaluran adalah urutan teks. Dengan menganalisa urutan teks ini,
pembaca akan tahu bagaimana pengarang menyajikan cerita itu, apakah dengan
teknik linier (penceritaan peristiwa-peristiwa yang berjalan saat itu), teknik
ingatan (flashback) atau bayangan (menceritakan kejadian yang belum
terjadi).
·
Latar
Menurut
Abrams (1981:175) latar adalah tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dalam
cerita dapat diklasifikasikan menjadi : 1) latar tempat, yaitu latar yang
merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa cerita, baik itu nama kota, jalan,
gedung, rumah, dan lain-lain; 2) latar waktu, yaitu latar yang berhubungan
dangan saat terjadinya peristiwa cerita, apakah berupa penanggalan penyebutan
peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, siang, sore, dan
lain-lain; dan 3) latar sosial, yaitu keadaan yang berupa adat istiadat,
budaya, nilai-nilai/norma, dan sejenisnya yang ada di tempat peristiwa
cerita.
6
·
Gaya
Bahasa (Stile)
Dalam
menyampaikan cerita, setiap pengarang ingin ceritanya punya daya sentuh dan
efek yang kuat bagi pembaca. Oleh karena sarana karya prosa adalah bahasa, maka
bahasa ini akan diolah semaksimal mungkin oleh pengarang dengan memaksimalkan
gaya bahasa sebaik mungkin. Gaya bahasa (stile)
adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis
dan kekuatan daya ungkap. Untuk mencapai hal tersebut pengarang memberdayakan
unsur-unsur stile tersebut,
yaitu dengan diksi (pemilihan kata), pencitraan (penggambaran sesuatu yang
seolah-olah dapat diindra pembaca), majas, dan gaya retoris. Maksud dari
unsur-unsur stile tersebut adalah sebagai berikut.
a. Diksi.
Dalam
penggunaan unsur diksi, pengarang melakukan pemilihan kata (diksi). Kata-kata
betul-betul dipilih agar sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan dan ekspresi
yang ingin dihasilkan. Kata-kata yang dipilih bisa dari kosakata sehari-hari
atau formal, dari bahasa Indonesia atau bahasa lain (bahasa daerah, bahasa
asing, dan lain-lain), bermakna denotasi (memiliki arti lugas, sebenarnya, atau
arti kamus) atau konotasi (memiliki arti tambahan, yakni arti yang ditimbulkan
oleh asosiasi-asosiasi (gambaran, ingatan, dari perasaan) dari kata tersebut.
b. Citra/imaji.
Citra/imaji
adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret
apa yang dinyatakan pengarang sehingga apa yang digambarkan itu dapat ditangkap
oleh pancaindera kita. Melalui pencitraan/pengimajian apa yang digambarkan
seolah-olah dapat dilihat (citraan penglihatan) didengar (citraan pendengaran),
dicium ( citraan penciuman), dirasa (citraan taktil), diraba (citraan
perabaan), dicecap (citraan pencecap), dan lain-lain.
c. Gaya
bahasa.
Menurut
Nugiyantoro (1995 : 277) adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang
dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan.
Teknik pemilihan ungkapan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan
permajasan dan gaya retois.
7
Permajasan
adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias (maknanya tidak
merujuk pada makna harfiah). Pemajasan terbagi menjadi 3, yaitu
perbandingan/perumpamaan, pertentangan, dan pertautan
a. Majas
Perbandingan
Simile:
Perbandingan langsung dan eksplisit, dengan mempergunakan kata-kata tugas
tertentu sebagai penanda keeksplisitan: seperti, bagai, bagaikan, laksana,
mirip, dan sebagainya.
Metafora:
Perbandingan yang bersifat tidak langsung/implisit, hubungan antara sesuatu
yang dinyatakan pertama dengan kedua hanya bersifat sugesti, tidak ada
kata-kata penunjuk perbandingan eksplisit.
Personifikasi:
Memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat seperti dimiliki manusia. Ada
persamaan sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia. Berbeda dengan
simile dan metafora yang bisa membandingkan dengan apa saja dalam personifikasi
haruslah yang dibandingkan itu bersifat manusia.
b. Majas/Gaya
Bahasa Pertautan
Metanomi:
Menunjukan pertautan/pertalian yang dekat. Misalanya seseorang suka membaca
karya-karya A. Tohari, dikatakan: “ia suka membaca Tohari”.
Sinekdok:
Mempergunakan keseluruhan (pars pro toto) untuk menyatakan sebagian atau
sebaliknya (totum pro foto) contohnya: ia tak kelihatan batang hidungnya.
Hiperbola:
Menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkannya.
c. Majas
Pertentangan
Paradoks:
Pertentangan, misalnya: ia merasa kesepian di tengah berjubelnya manusia
metropolitan.
·
Penceritaan
Penceritaan,
atau sering disebut juga sudut pandang (point
of view), yakni dilihat dari sudut mana pengarang (narator) bercerita,
terbagi menjadi 2, yaitu pencerita intern dan pencerita ekstern.
Pencerita intern adalah penceritaan yang hadir di dalam teks sebagai tokoh.
Cirinya adalah dengan memakai kata ganti aku. Pencerita ekstern bersifat
sebaliknya, ia tidak hadir dalam teks (berada di luar teks) dan menyebut
tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut nama.
8
2.4 Sejarah perkembangan fiksi di Indonesia
Pertama
kali sebuah karya fiksi yang masuk ke Indonesia merupakan karya novel terjemahan,masa ini dinamakan Sastra Melayu Lama sekitar tahun 1870-an. Pada tahun 1920
terbitlah karya sastra berupa prosa seperti novel, cerpen, drama dan lain sebagainya. Angkatan ini dikenal
dengan Angkatan Balai
Pustaka, karya
karya novelis Indonesia yang terkenal pada masa ini adalah Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan Si Cebol Merindukan
Bulan.
Pada masa berikutnya muncullah
angkatan Pujangga Baru sebagai reaksi keras atas banyak
sensor oleh Penerbit Balai Pustaka. Karya-karya yang
terkenal pada masa ini adalah Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck,
Belenggu dan Di bawah Lindungan Ka'bah. Lalu muncullah Angkatan '45, angkatan ini lebih realistik dibanding angkatan sebelumnya.
Sastrawan yang terkenal di masa ini adalah : Chairil Anwar, Idrus, dan Trisno Sumardjo. Angkatan berikutnya
adalah Angkatan 1950-1960. Ciri karya sastra
dari angkatan ini di dominasi oleh Cerpen dan Puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan
Rakjat (Lekra)
yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Karya yang terkenal
pada masa ini adalah Mochtar Loebis, Ramadhan K.H, dan W.S. Rendra.
Dan berikutnya datanglah Angkatan 1966-1970 yang karya sastranya menganut aliran surealis,arketipe dan absurd. Sastrawan terkenal
pada masa ini adalah : Taufik Ismail, Umar Kayam, dan Titis Basino. Kemudian pada dekade berikutnya karya sastra lebih di
dominasi oleh roman, angkatan ini dinamakan angkatan 1980-1990. Sastrawan terkenal pada zaman ini adalah Nh. Dini dan Pipiet
Senja. dan berikutnya adalah
Angkatan Reformasi. Pada masa ini banyaknya karya
sastra berupa Novel, Cerpen, dan Puisi yang bertemakan sosial dan politik. Dan terakhir adalah Angkatan 2000-an. Novelis terkenal pada masa ini adalah Andrea Hirata
9
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan
atau cerita khayalan. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam
fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada
karya nonfiksi bersifat faktual.
Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai
dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini “keabsahannya” sesuai
pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Misalnya kebenaran dari segi
hukum, moral, agama, (dan bahkan kadang-kadang) logika, dan sebagainya.
3.2
Saran
Dalam membuat suatu karya fiksi penulis perlu memperhatikan
struktur dan pola cerita, sehingga ceritanya membentuk suatu kesatuan yang utuh
dan cerita akan menjadi menarik. Selain itu, pemilihan kata (diksi) perlu
dilakukan dengan cermat.
Menentukan alur cerita adalah suatu yang menjadi dominan
untuk membuat cerita yang menarik. Kemudian seorang penulis juga harus menentukan
tema cerita terlebih dahulu. Kejernihan pikiran juga mempengaruhi tulisan yang
dibuat, karena itu ketika menulis hendaknya penulis sudah mempunyai konsep
tulisan yang jelas.
Terakhir adalah menentukan karakter tokoh. Agar cerita dalam
cerpen tidak menjadi kabur, hendaknya tidak menggunakan tokoh yang terlalu
banyak, dan jangan terlalu mendetail seluruh latar belakang tokoh, karena hal
ini dapat mengaburkan cerita.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dalman. 2009. Diktat Keterampilan Menulis. Bandar
Lampung: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Harefa, Andreas. 2002. Agar Menulis-Mengarang Bisa
Gampang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Jabrohim. Anwar, Chairul dan Sayuti, Suminto A. 2001. Cara
Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Penyusun. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
2005. Edesi 3. Cetakan 3. Jakarta: Balai Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sumardjo, Jakob. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis
Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahasa dan Kesustraan Indonesia
sebagai Cermin Indonesia Baru. 1966. Jakarta : Gunung Agung.
11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar