Kamis, 06 November 2014

MAKALAH TENTANG FIKSI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Pertengahan abad ke-18, science fiction atau fiksi ilmiah muncul ke permukaan. Ketika itu belum dikenal definisi fiksi secara universal layaknya saat ini. Melainkan hanya sebuah genre fiksi yang berhubungan dengan inovasi khayalan dalam ilmu pengetahuan atau teknologi. Biasanya berbentuk dalam manajemen futuristik, yang kesemuanya dibingkai dalam ide-ide sastra.
Sebagian besar science fiction didasarkan pada tulisan rasional tentang kemungkinan alternatif. Seperti orang naik ke bulan, terciptanya robot, alat pengulang waktu dan sebagainya. Science fiction memang sebuah imajinasi, tapi bukan fantasi. Fantasi mustahil terjadi. Sedangkan Science fiction mungkin akan kejadiannya. Kemungkinan tersebut dikaitkan dengan logika dan perkembangan dunia. Meskipun beberapa elemen dalam sebuah cerita tersebut masih spekulasi imajinatif murni.
Makna fiksi berkembang jauh lebih pesat hingga abad ke-21. Evolusi fiksi yang terjadi secara berangsur-angsur, membuktikan kalau ternyata fiksi banyak membawa pengaruh terhadap perkembangan Indonesia dan dunia serta mendapat dukungan besar dari masyarakat. Mereka yang dulunya minder dan ragu untuk menulis fiksi kini sebaliknya. Fiksi bukan lagi sebatas mimpi belaka, melainkan sudah menjadi bagian dari alat yang memotivasi. Fiksi tak lagi hanya dipaku pada karya ilmiah. Lahirlah fiksi berjenis fantasi, fiksi yang di angkat dari kisah nyata dan lain sebagainya. Hingga kini jenis fiksi telah banyak bertebaran di seantero bumi.

1.2  Rumusan Masalah
1.       Apa yang dimaksud dengan fiksi?
2.       Apa saja unsur-unsur fiksi?
3.       Apa unsur-unsur prosa-fiksi?
4.       Bagaimana sejarah perkembangan fiksi di Indonesia?



1
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fiksi.
2.      Untuk mengetahui unsur-unsur fiksi.
3.      Untuk mengetahui unsur-unsur prosa-fiksi.
4.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan fiksi di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian fiksi
Fiksi adalah sebuah narasi yang sebagian atau seluruhnya berkaitan dengan peristiwa yang tidak faktual  melainkan imajiner dan diciptakan oleh seseorang berdasarkan imajinasinya. Baik itu berbentuk tontonan, pendengaran ataupun tulisan. Secara kasar bahasa, fiksi bermakna sebuah tipuan.
Karya fiksi mengambil langkah dalam bentuk cerita, untuk menyampaikan poin, perspektif pengarang, atau hanya sekedar untuk menghibur. Pada dasarnya karya jenis ini tidak butuh pada fakta, logika atau kisah nyata. Apa dan bagaimana isinya, semua tergantung pada sang pengarangnya. Fiksi merupakan sesuatu yang timbul dari dunia khayalan. Malah sebaliknya, ketika fiksi telah berdasarkan fakta secara keseluruhan, maka tak lagi berbentuk fiksi, melainkan sebuah sejarah.
Memang ada beberapa karya fiksi yang berdasarkan pada kisah nyata, namun ketika ia telah dirangkai dan dibumbuhi imajinasi, ketika itu pula jenisnya berganti menjadi fiksi. Ia tak lagi disebut sebagai sejarah atau sebuah fakta. Ibarat pepatah, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Sejarah akan tetap berbentuk sejarah, manakala nama, tempat dan tanggal tak berubah sedikitpun.






Pengertian Fiksi Menurut Para Ahli :
·         Nurgiyantoro (2007: 2-3), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
2
·         Fiksi adalah karangan yang di dalamnya terdapat unsur khayal atau imajinasi pengarang (Aceng Hasani, 2005: 21).
·          Di lain pihak, Sudjiman (1984:17) yang menyebut fiksi ini dengan istilah cerita rekaan juga memaparkan mengenai pengertian fiksi, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa. Dalam hal ini, Sudjiman menjelaskan bahwa karangan fiksi merupakan hasil imajinasi seorang pengarang yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti tokoh, alur, dan lainnya. Unsur-unsur tersebut saling berkesinambungan agar terjadinya sebuah cerita.

2.2 Unsur-Unsur Fiksi
·         Unsur intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik terdiri dari tema dan amanat, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Fakta cerita terdiri atas tokoh, alur (plot), latar (setting). Sarana cerita merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil-detil cerita. Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang (point of view), gaya dan nada. Tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita.
·         Unsur ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik terdiri dari unsur biografi, psikologi, keadaan lingkungan pengarang, pandangan hidup bangsa, dan lain-lain.
·         Cerita dan wacana
Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedang wacana merupakan bentuk dari sesuatu (cerita, isi) yang di ekspresikan (Chatman dalam Nurgiantoro, 2003:). Pihak lain mengatakan bahwa wacana merupakan sarana untuk mengungkapkan isi. Atau secara singkat dapat dikatakan, unsur sarana adalah apa yang ingin dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara melukiskannya



3
2.3 Unsur–unsur Prosa – Fiksi    
Untuk dapat mengapresiasi karya prosa dengan baik, diperlukan pengetahuan dan pemahman tentang unsur-unsur pembangunan karya prosa. Seperti jenis-jenis karya sastra lainnya, prosa-fiksi, baik itu cerpen, novelet, maupun novel/roman dibangun oleh unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik.
·         Tema
Tema adalah ide/gagasan yang ingin disampaikan pengarang dalam ceritanya. Tema ini akan diketahui setelah seluruh unsur prosa-fiksi itu dikaji.  Dalam nenerapkan unsur-unsur tersebut pada saat mengapresiasi karya prosa, seorang pengapresiasi tentu saja tidak sekedar menganalisis dan memecahnya per bagian. Tetapi, setiap unsur itu harus dilihat kepaduannya dengan unsur lain. Apakah unsur itu saling mendukung dan memperkuat, dalam menyampaikan tema cerita, atau sebaliknya. 
·         Tokoh dan Penokohan
Di dalam mengkaji unsur-unsur ini ada beberapa istilah yang mesti dipahami, yakni istilah tokoh, watak/karakter, dan penokohan. Tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh ini tidak selalu berwujud manusia, tergantung pada siapa yang diceritakannya itu dalam cerita. Watak/karakter adalah sifat dan sikap para tokoh tersebut. Adapun penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu dalam cerita.  Dalam melakukan penokohan (menampilkan tokoh-tokoh dan watak tokoh dalam suatu cerita), ada beberapa cara yang dilakukan pengarang, antara lain melalui:
a.       Penggambaran fisik. Pada teknik ini, pengarang menggambarkan keadaan fisik tokoh itu, misalnya wajahnya, bentuk tubuhnya, cara berpakaiannya, cara berjalannya, dan lain-lain. Dari penggambaran itu, pembaca bisa menafsirkan watak tokoh tersebut.
b.      Dialog. Pengarang menggambarkan tokoh lewat percakapan tokoh tersebut dengan tokoh lain. Bahasa, isi pembicaraan, dan hal lainnya yang dipercakapkan tokoh tersebut menunjukan watak tokoh tersebut.
c.       Penggambaran pikiran dan perasaan tokoh. Dalam karya fiksi, sering ditemukan penggambaran tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan tokoh. Penggambaran ini merupakan teknik yang juga digunakan pengarang untuk menunjukan watak tokoh.

4
d.      Reaksi tokoh lain. Pada teknik ini pengarang menggambarkan watak tokoh lewat apa yang diucapkan tokoh lain tentang tokoh tesebut.
e.       Narasi. Dalam teknik ini, pengarang (narator) yang langsung mengungkapkan watak tokoh itu.

·         Pembedaan Tokoh
a.       Tokoh utama dan tokoh tambahan
Dilihat dari segi tingkat pentingnya (peran) tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagai besar cerita.  Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali-kali (beberapa kali) dalam cerita dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.
b.      Tokoh prontagonis dan antagonis
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan ke dalam tokoh prontagonis dan antagonis. Tokoh prontagonis adalah tokoh yang mendapat empati pembaca. Semantara tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik.
c.       Tokoh statis dan tokoh dinamis
Dari kriteria berkembang/tidaknya perwatakan, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sifat dan watak yang tetap, tak berkembang sejak awal hingga akhir cerita, adapun tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perkembangan watak sejalan dengan plot yang diceritakan. 
·         Alur dan Pengaluran
Selama ini sering terjadi kesalahpahaman dalam mendefinisikan alur. Alur dianggap sama dengan jalan cerita. Pendefinisian itu sebenarnya tidak tepat. Jalan cerita adalah peristiwa demi peristiwa yang terjadi susul menyusul. Lebih dari itu alur adalah rangkaian peristiwa yang saling berkaitan karena hubungan sebab akibat. Untuk dapat membedakannya, marilah kita amati contoh berikut.


5
a.       Pukul 04.00 pagi Ani bangun. Ia segera membereskan tempat tidur. Setelah itu ia ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Selesai mandi dan berwudhu, ia berdandan dan lalu sholat. Kemudian ia membaca buku sebentar, sarapan, lalu berangkat sekolah.
b.      Pukul 04.00 pagi Ani bangun. Tak biasanya ia bangun sepagi ini. Semalam pun ia susah tidur. Pertengkarannya dengan Wendi kekasihnya di sekolah terus membayanginya. Ia sangat sedih dan kecewa karena Wendi telah menghianati kesetiaan hatinya. Tetapi ia mencoba menepis bayangan-bayangan itu. Ia pun segera mandi, berdandan, sarapan, dan berangkat ke sekolah. Namun, di jalan ia tidak konsentrasi. Ketika ia menyeberang jalan, sebuah motor membuat tubuhnya terpental.
Contoh pertama adalah jalan cerita karena hanya menyajikan rangkaian peristiwa saja. Contoh kedua adalah alur karena menyajikan rangkaian peristiwa yang terjadi karena hubungan sebab akibat. Ani bangun lebih pagi disebabkan oleh kesulitannya tidur akibat peretngkaran dengan kekasihnya yang menghianantinya. Hal ini pun menyababkan Ani tidak konsentrasi berjalan di jalan raya ketika berangkat sekolah sehingga ia tertabrak.  Cara menganalisa alur adalah dengan mencari dan mengurutkan peristiwa demi peristiwa yang memiliki  hubungan kausalitas saja.  Adapun pengaluran adalah urutan teks. Dengan menganalisa urutan teks ini, pembaca akan tahu bagaimana pengarang menyajikan cerita itu, apakah dengan teknik linier (penceritaan peristiwa-peristiwa yang berjalan saat itu), teknik ingatan (flashback) atau bayangan (menceritakan kejadian yang belum terjadi).
·         Latar
Menurut Abrams (1981:175) latar adalah tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.  Latar dalam cerita dapat diklasifikasikan menjadi : 1) latar tempat, yaitu latar yang merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa cerita, baik itu nama kota, jalan, gedung, rumah, dan lain-lain; 2) latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dangan saat terjadinya peristiwa cerita, apakah berupa penanggalan penyebutan peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, siang, sore, dan lain-lain; dan 3) latar sosial, yaitu keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai/norma, dan sejenisnya yang ada di tempat peristiwa cerita. 
6
·         Gaya Bahasa (Stile)
Dalam menyampaikan cerita, setiap pengarang ingin ceritanya punya daya sentuh dan efek yang kuat bagi pembaca. Oleh karena sarana karya prosa adalah bahasa, maka bahasa ini akan diolah semaksimal mungkin oleh pengarang dengan memaksimalkan gaya bahasa sebaik mungkin. Gaya bahasa (stile) adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap. Untuk mencapai hal tersebut pengarang memberdayakan unsur-unsur stile tersebut, yaitu dengan diksi (pemilihan kata), pencitraan (penggambaran sesuatu yang seolah-olah dapat diindra pembaca), majas, dan gaya retoris. Maksud dari unsur-unsur stile tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Diksi.
Dalam penggunaan unsur diksi, pengarang melakukan pemilihan kata (diksi). Kata-kata betul-betul dipilih agar sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan dan ekspresi yang ingin dihasilkan. Kata-kata yang dipilih bisa dari kosakata sehari-hari atau formal, dari bahasa Indonesia atau bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan lain-lain), bermakna denotasi (memiliki arti lugas, sebenarnya, atau arti kamus) atau konotasi (memiliki arti tambahan, yakni arti yang ditimbulkan oleh asosiasi-asosiasi (gambaran, ingatan, dari perasaan) dari kata tersebut. 
b.      Citra/imaji.
Citra/imaji adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan pengarang sehingga apa yang digambarkan itu dapat ditangkap oleh pancaindera kita. Melalui pencitraan/pengimajian apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (citraan penglihatan) didengar (citraan pendengaran), dicium ( citraan penciuman), dirasa (citraan taktil), diraba (citraan perabaan), dicecap (citraan pencecap), dan lain-lain. 
c.       Gaya bahasa.
Menurut Nugiyantoro (1995 : 277) adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan permajasan dan gaya retois.


7
Permajasan adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias (maknanya tidak merujuk pada makna harfiah). Pemajasan terbagi menjadi 3, yaitu perbandingan/perumpamaan, pertentangan, dan pertautan
a.       Majas Perbandingan
Simile: Perbandingan langsung dan eksplisit, dengan mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan: seperti, bagai, bagaikan, laksana, mirip,   dan sebagainya.
Metafora: Perbandingan yang bersifat tidak langsung/implisit, hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan kedua hanya bersifat sugesti, tidak ada kata-kata penunjuk perbandingan eksplisit.
Personifikasi: Memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat seperti dimiliki manusia. Ada persamaan sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia. Berbeda dengan simile dan metafora yang bisa membandingkan dengan apa saja dalam personifikasi haruslah yang dibandingkan itu  bersifat manusia.
b.      Majas/Gaya Bahasa Pertautan
Metanomi: Menunjukan pertautan/pertalian yang dekat. Misalanya seseorang suka membaca karya-karya A. Tohari, dikatakan: “ia suka membaca Tohari”. 
Sinekdok: Mempergunakan keseluruhan (pars pro toto) untuk menyatakan sebagian atau sebaliknya (totum pro foto) contohnya: ia tak kelihatan batang hidungnya.
Hiperbola: Menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkannya.
c.       Majas Pertentangan
Paradoks: Pertentangan, misalnya: ia merasa kesepian di tengah berjubelnya manusia metropolitan.
·         Penceritaan
Penceritaan, atau sering disebut juga sudut pandang (point of view), yakni dilihat dari sudut mana pengarang (narator) bercerita, terbagi menjadi 2, yaitu pencerita intern dan pencerita ekstern.  Pencerita intern adalah penceritaan yang hadir di dalam teks sebagai tokoh. Cirinya adalah dengan memakai kata ganti aku.  Pencerita ekstern bersifat sebaliknya, ia tidak hadir dalam teks (berada di luar teks) dan menyebut tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut nama. 


8
2.4       Sejarah perkembangan fiksi di Indonesia
Pertama kali sebuah karya fiksi yang masuk ke Indonesia merupakan karya novel terjemahan,masa ini dinamakan Sastra Melayu Lama sekitar tahun 1870-an.  Pada tahun 1920 terbitlah karya sastra berupa prosa seperti novel, cerpen, drama dan lain sebagainya.  Angkatan ini dikenal dengan Angkatan Balai Pustaka, karya karya novelis Indonesia yang terkenal pada masa ini adalah Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan Si Cebol Merindukan Bulan.
Pada masa berikutnya muncullah angkatan Pujangga Baru sebagai reaksi keras atas banyak sensor oleh Penerbit Balai Pustaka.  Karya-karya yang terkenal pada masa ini adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Belenggu dan Di bawah Lindungan Ka'bah.  Lalu muncullah Angkatan '45, angkatan ini lebih realistik dibanding angkatan sebelumnya. Sastrawan yang terkenal di masa ini adalah : Chairil Anwar, Idrus, dan Trisno Sumardjo.  Angkatan berikutnya adalah Angkatan 1950-1960.  Ciri karya sastra dari angkatan ini di dominasi oleh Cerpen dan Puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis.  Karya yang terkenal pada masa ini adalah Mochtar Loebis, Ramadhan K.H, dan W.S. Rendra.
Dan berikutnya datanglah Angkatan 1966-1970 yang karya sastranya menganut aliran surealis,arketipe dan absurd.  Sastrawan terkenal pada masa ini adalah : Taufik Ismail, Umar Kayam, dan Titis Basino. Kemudian pada dekade berikutnya karya sastra lebih di dominasi oleh roman, angkatan ini dinamakan angkatan 1980-1990.  Sastrawan terkenal pada zaman ini adalah Nh. Dini dan Pipiet Senja.  dan berikutnya adalah Angkatan Reformasi. Pada masa ini banyaknya karya sastra berupa Novel, Cerpen, dan Puisi yang bertemakan sosial dan politik.  Dan terakhir adalah Angkatan 2000-an. Novelis terkenal pada masa ini adalah Andrea Hirata
9
BAB III
PENUTUP


3.1   Simpulan
Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya nonfiksi bersifat faktual.
Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini “keabsahannya” sesuai pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama, (dan bahkan kadang-kadang) logika, dan sebagainya.
3.2   Saran
Dalam membuat suatu karya fiksi penulis perlu memperhatikan struktur dan pola cerita, sehingga ceritanya membentuk suatu kesatuan yang utuh dan cerita akan menjadi menarik. Selain itu, pemilihan kata (diksi) perlu dilakukan dengan cermat.
Menentukan alur cerita adalah suatu yang menjadi dominan untuk membuat cerita yang menarik. Kemudian seorang penulis juga harus menentukan tema cerita terlebih dahulu. Kejernihan pikiran juga mempengaruhi tulisan yang dibuat, karena itu ketika menulis hendaknya penulis sudah mempunyai konsep tulisan yang jelas.
Terakhir adalah menentukan karakter tokoh. Agar cerita dalam cerpen tidak menjadi kabur, hendaknya tidak menggunakan tokoh yang terlalu banyak, dan jangan terlalu mendetail seluruh latar belakang tokoh, karena hal ini dapat mengaburkan cerita.










10
DAFTAR PUSTAKA

Dalman. 2009. Diktat Keterampilan Menulis. Bandar Lampung: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Harefa, Andreas. 2002. Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Jabrohim. Anwar, Chairul dan Sayuti, Suminto A. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Penyusun. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 2005.  Edesi 3. Cetakan 3. Jakarta: Balai Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sumardjo, Jakob. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahasa dan Kesustraan Indonesia sebagai Cermin Indonesia Baru. 1966. Jakarta : Gunung Agung.















11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar